Selasa, 15 Januari 2013

NAWA NATYA


NAWA NATYA

Kata Nawa Natya terdiri dari kata Nawa dan Natya. Nawa artinya sembilan, Natya artinya teguh; bertata susila (Kamus Bahasa Bali-Indonesia, 125). Nawa Natya dapat diartikan sembilan sifat dan sikap teguh serta bersusila yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan para pembantu-pembantunya, guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa dan negara yang dipimpinnya.
Dalam lontar berbahasa Jawa Kuno yang berjudul Nawa Natya diperoleh penjelasan, bahwa seseorang Raja/Pemimpin itu dalam memilih para pembantu-pembantunya (paraMenteri), Raja atau pemimpin itu harus memiliki suatu kebijaksanaan. Kebijaksanaan ini diibaratkan memilih segunung bibit bunga yang harum baunya, indah warnanya, yang tidak cepat layu serta mempunyai manfaat yang utama. Memberikan kepuasan bagi yang melihat maupun yang menggunakannya. 
Demikian seseorang raja (pemimpin) dalam memilih pembantu-pembantunya seperti memilih segunung bibit bunga itu. Adapun orang orang yang patut  dipilih sebagai pemimpin menurut lontar Nawa Natya adalah sebagai berikut :

1. Pradnya widagda
Pradnya widagda, artinya bijaksana dan mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang berilmu itu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainnya, ke dalam otaknya -- apalagi ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan kebingungan. Orang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu itu belumlah cukup hanya menjadi alat untuk memperkuat sang diri, namun harus mampu diekspresikan hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana inilah yang disebut pradnya widagda.

2. Parama artha
Parama artha, artinya orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama itu utama atau mulia, artha itu tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah orang yang dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti-nya pada Tuhan dan pengabdiannya pada sesama itulah mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan.

3. Wira Sarwa Yudha
Wira sarwa yudha, artinya pemberani dalam menghadapi pertempuran. Dalam keadaan perang, pemimpin pembantu raja ikut berperang. Namun dalan keadaan damai, sikap wira sarwa yudha ini tidak takut menghadapi masalah yang terjadi dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari persoalan yang dihadapi dalam pekerjaannya. Setiap persoalan yang timbul hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat yadnya atau melakukan sesuatu yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Yang terbaik itu adalah sesuatu yang berbadasarkan kebenaran dan menuju kebenaran.

4. Dirotsaha
Dirotsaha, artinya teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata dira artinya teguh atau tekun dan utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan, apalagi pada zaman Kali dewasa ini, tentunya banyak persoalan yang tidak begitu gampang diselesaikan. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam berupaya mencari solusi-solusinya. Keteguhan dan ketekunan itu bukanlah suatu keangkuhan, namun didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan disertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memberikan petunjuk pada mereka yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran.

5. Pragi Wakya
Pragi wakya, artinya pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menyampaikan buah pikirannya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain. Kalau tidak memiliki kemampuan pragi wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seseorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi wakya akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.

6. Sama Upaya
Sama upaya, artinya taat pada janji. Janji adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, pemimpin tidak boleh sembarang berjanji. Setiap janji haruslah dianalisa secara mendalam bahwa janji itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.

7. Lagha Wangartha
Lagha wangartha, artinya orang yang tidak memiliki pamrih pribadi yang sempit. Orang tidak akan terjebak pada pamrih yang sempit apabila keyakinannya sangat mendalam tentang kebenaran ajaran karma phala. Karena hanya perbuatan yang baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Oleh karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang baik sesuai dengan swadharma.

8. Wruh Ring Sarwa Bhastra
Wruh ring sarwa bhastra, artinya tahu mengatasi kerusuhan, mirip dengan ilmu "manajemen krisis" dewasa ini. Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara, merupakan ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus sudah memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan harus sudah memiliki berbagai upaya mencegahnya, serta jika sampai kerusuhan itu muncul sudah punya konsep untuk mengatasinya.

9. Wiweka
Wiweka, artinya kemampuan untuk dapat membeda-bedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Juga mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting, dan seterusnya. Hal ini tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja, namun harus dilakukan melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat di samping itu harus juga ada bakat.
“Bhatara Rawi mangisep wilana endi tan kara caneh-caneh de nira. Samangkana kita talap pangguhen tatar gelis yeka surya brata”
         
                                                                                    (Kakawin Ramayana, 21.13)
Artinya :
Beberatan Sang Hyang Surya adalah mengisap air. Tidak dengan tergesa-gesa tetapi sangat berhati-hati beliau. Agar seperti beliaulah caranya bekerja, menunjukkan pembuktian dengan tidak tergesa-gesa. Itulah beberatan Sang Hyang Surya   
Demikianlah seorang pemimpin dalam kepemimpinannya, hendaknya mampu memilih pembantu – pembantunya seperti memilih segunung bibit bunga tadi. Di antara mereka yang berkemauan berpotensi, dan berguna dalam pembangunan bangsa dan negara ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.